Bahas Pemanfaatan Hasil Penelitian Badan Litbang Kemenkumham

WhatsApp Image 2018-05-09 at 11.28.07 AM.jpegEVALUASI : Para peserta diskusi saat membahas hasil penelitian yang dilakukan Biro Litbang Kemenkumham RI Rabu (9/5).
SURABAYA - Pengembalian aset hasil Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) masih jadi polemik sekaligus tantangan bagi aparat penegak hukum (APH). Karena, belum ada regulasi yang jelas dalam pengembalian kerugian Negara. Berdasarkan masalah tersebut, Kanwil Kemenkumham Jatim melakukan pemantauan dan evaluasi pemanfaatan hasil penelitian Badan Litbang Kemenkumham RI Rabu (9/5). Peneliatian yang dimaksud adalah terkait Legitimasi Perampasan Aset Pada Pelaku Tindak Pidana Korupsi. Dalam acara tersebut, dihadiri Kepala Badan Penelitian dan Pengembanga Hukum dan HAM Seprizal. Beliau didampingi Kepala Bidang HAM Kanwil Kemenkumham Jatim Wiwit Iswandari. Selain itu, ada juga perwakilan dari APH lain seperti kepolisian, jaksa dan hakim hingga Lembaga Bantuan Hukum Surabaya. Pada kegiatan yang berlangsung di Ruang Diskusi Perancang Peraturan Perundang-undangan Kanwil Kemenkumham Jatim itu, Bapak Seprizal memberikan paparan utama. Beliau menyampaikan hasil penelitian yang dilakukan pihaknya. Ada tiga poin kunci yang disampaikan Bapak Seprizal. Pertama adalah fenomena masih banyaknya kasus korupsi di Indonesia. Menurutnya, korupsi di Indonesia banyak dipengatuhi budaya birokrasi yang membuat orang enggan untuk mengoreksi kesalahan yang terjadi di lingkungannya. "Bahkan untuk langkah lebih lanjut, mengambil tindakan perbaikan atas terjadinya kesalahan tersebut," paparnya. Selanjutnya, Bapak Seprizal menyebutkan adanya tantangan bagi APH bagaimana cara mengembalikan aset hasil Tipikor. Menurutnya, mekanisme subsider atas kewajiban pembayaran uang pengganti menjadi hukuman kurungan tertenru menyebabkan upaya perampasan aset hasil tipikor menjadi kurang efektif. "Sebagian besar terpidanan tipikor cenderung memilih untuk menyatakan ketidaksanggupan mengembalikan aset hasil kejatahannya," bebernya. Untuk itu, di poin terakhir, Bapak Seprizal menyebutkan pentingnya adanya sebuah regulasi dalan mengembalikan kerugian negara. Penegakan hukum di bidang korupsi harus mengedepankan aspek pengembalian kerugian negara. Untuk itu, pihaknya merekomendasikan Komisi III DPR RI untuk mendorong perubahan terhadap UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Perubahan terhadap pasal-pasal yang berpotensi menjadi kendala dalam proses pengembalian kerugian negara dalam proses penegakan hukum pada pelaku tipikor," tuturnya. Sedangkan Ibu Wiwit yang mewakili Kadiv Pelayanan Hukum dan HAM menyambut baik hasil pemantauan ini. Menurutnya, kegiatan ini perlu untuk mengukur sudah sejauh mana hasil penelitian ini sudah diaplikasikan. "Kami juga terus melakukan pengawalan, agar APH bisa semakin bijak dalam mengaplikasikan rekomendasi dari Balitbang," terangnya. (Humas Kanwil Jatim)

 

Foto Lainnya >>

WhatsApp Image 2018-05-09 at 11.28.08 AM.jpegWhatsApp Image 2018-05-09 at 11.28.48 AM.jpegWhatsApp Image 2018-05-09 at 11.28.48 AM (1).jpegWhatsApp Image 2018-05-09 at 11.28.49 AM.jpeg

Cetak   E-mail