Penerapan Kebijakan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat

WhatsApp_Image_2020-06-12_at_18.10.28.jpeg

PENERAPAN KEBIJAKAN PRINSIP MENGENALI PEMILIK MANFAAT

(BENEFECIAL OWNERSHIP)

 

  • Latar Belakang

Pemerintah menuntut transparansi dari seluruh korporasi di Indonesia dengan mewajibkan pengungkapan sekaligus penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat perusahaan (Beneficial Ownership). Transparansi ini didorong dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Payung hukum dari kebijakan ini adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, yang berlaku sejak diundangkan pada 1 Maret 2018.

Sebelumnya, pemerintah telah menerbitkan regulasi tentang tindak pidana pencucian uang dan transparansi pemilik manfaat korporasi yaitu melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun, ketentuan tersebut bersifat terbatas dan belum dapat menjelaskan secara terperinci informasi pemilik manfaat dari suatu korporasi yang ada di Indonesia. Kurangnya transparansi mengenai pemilik manfaat suatu korporasi dapat menimbulkan beberapa penyalahgunaan dengan tujuan melanggar hukum, tidak hanya pencucian uang dan pendanaan terorisme saja, namun suap, korupsi, menyembunyikan aset dari kreditur, dan aktivitas-aktivitas terlarang lainnya sangat dimungkinkan dapat terjadi. Beberapa kasus pidana mengenai pemilik manfaat ini kerap kali memanfaatkan perusahaannya untuk memperkaya diri sendiri. Sementara, dalam struktur organisasi, orang tersebut tidak tercantum di dalamnya sehingga menjadi celah untuk melakukan korupsi.

Transparansi pemilik manfaat juga sangat erat kaitannya dengan investasi. Kepercayaan investor terhadap korporasi di Indonesia sangat bergantung pada ketersediaan data yang akurat dan transparan terkait pemilik manfaat suatu korporasi. Dengan adanya perpres ini, Pemerintah berupaya untuk mendorong kemudahan berinvestasi serta menumbuhkan kepercayaan bagi investor. Perpres Beneficial Ownership ini juga mewajibkan korporasi untuk menginformasikan mengenai pemilik manfaat korporasi guna untuk melindungi korporasi, menciptakan kepastian hukum atas pertanggungjawaban pidana, efektivitas penyelamatan aset (asset recovery), dan kemudahan berinvestasi.

Dalam Perpres tersebut pemerintah beranggapan bahwa korporasi dapat dijadikan sarana baik langsung maupun tidak langsung oleh pelaku tindak pidana yang merupakan pemilik manfaat dari hasil tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Pemerintah memastikan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana tersebut telah mengikuti standar internasional.

Penerima manfaat yang dimaksud adalah individu yang dapat menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada korporasi, serta memiliki kemampuan untuk mengendalikan perusahaan. Selain itu, pemilik manfaat dari korporasi juga berhak atas dan/atau menerima manfaat dari perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung, dan merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham perusahaan. Adapun jenis korporasi yang menjadi sasaran aturan Beneficial Owner ini meliputi: Perseroan Terbatas (PT); Yayasan; Perkumpulan; Koperasi; Persekutuan Komanditer (CV); Persekutuan Firma (FA); dan bentuk korporasi lainnya.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM  RI Nomor M.HH-03.PR.01.03 Tahun 2019 Tanggal 22 November 2019 Tentang Target Kinerja Tahun 2020, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur melaksanakan tugas untuk melakukan Kegiatan Implementasi Kebijakan Terkait Pelaporan Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) di wilayah, baik dalam bentuk pengumpulan data mengenai pemilik manfaat di wilayah dan diseminasi kepada notaris dan masyarakat dunia usaha mengenai implementasi pengenalan pemilik manfaat.

  • Tujuan Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa
    • Memberikan transparansi data pemilik manfaat dari korporasi agar dapat diperoleh data yang lengkap dan akurat;
    • Tercapainya standar pelayanan yang telah ditetapkan dalam memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan mendorong pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme;
    • Mendukung kemudahan berinvestasi serta menumbuhkan kepercayaan bagi investor.

 

  • Dasar Hukum

Peraturan-peraturan tersebut menjadi landasan hukum dalam Penerapan Kebijakan Terkait Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat yaitu:

    • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Peraturan Kepala Arsip Nasional RI Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Perlindungan Pengamanan Dan Penyelamatan Dokumen/Arsip Vital Negara;
    • Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme;
    • Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi;
    • Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 21 Tahun 2019 tentang Pengawasan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi;
    • Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-03.PR.01.03 Tahun 2019 Tanggal 22 November 2019 Tentang Target Kinerja Tahun 2020.

 

  • Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat (Benefecial Ownership)

Kegiatan Implementasi Kebijakan Terkait Pelaporan Pemilik Manfaat ini dilakukan berdasar Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM  RI Nomor M.HH-03.PR.01.03 Tahun 2019 Tanggal 22 November 2019 Tentang Target Kinerja Tahun 2020.

Implementasi Kongkrit Dalam Perwujudan Transparansi Beneficial Ownership dilakukan berdasar Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi. Peraturan ini juga dilengkapi dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 21 Tahun 2019 tentang Pengawasan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi, dimana kedua Peraturan Menteri Hukum dan HAM ini merupakan peraturan pelaksana dari Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

Kedua peraturan ini diharapkan dapat menjadi payung hukum bagi era transparansi publik atas kepemilikan korporasi sekaligus sebagai amunisi baru bagi upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme yang selama ini pelaku materialnya banyak berlindung di balik korporasi.

Untuk efektivitas pelaksanaan penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi di wilayah Jawa Timur, telah dilakukan inventarisasi guna memperoleh informasi mengenai Pemilik Manfaat yang akurat dan terkini yang dilakukan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur. dengan penyebaran informasi kepada masyarakat, Kanwil Jawa Timur mendorong korporasi untuk menyampaikan informasi Pemilik manfaat dari korporasi atau dikenal dengan Beneficial Ownership (BO) dengan benar pada saat permohonan pendirian, pendaftaran, dan/atau pengesahan korporasi serta pada saat menjalankan usaha atau kegiatannya. Penyampaian informasi BO dapat dilakukan oleh Notaris, Pendiri atau Pengurus Korporasi atau Pihak lain yang diberi kuasa oleh pendiri atau pengurus Korporasi. Sedangkan sarana untuk menyampaikan informasi tersebut dapat dilakukan secara elektronik melalui AHU Online.

Peraturan ini juga mengatur tentang tata cara pertukaran informasi BO untuk kepentingan instansi penegak hukum, instansi pemerintah dan otoritas berwenang negara atau yurisdiksi lain. Selain untuk pihak otoritas, pertukaran informasi dapat juga dilakukan oleh pihak pelapor yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan-PPATK. Pertukaran informasi BO ini juga dilakukan secara elektronik. Pengawasan dalam pelaksanaan penerapan prinsip BO dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM melalui Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum termasuk pengenaan sanksi jika ditemukan pelanggaran.

Peraturan teknis tersebut diharapkan menjadi langkah kongkrit bagi pemerintah maupun korporasi dalam mewujudkan transparansi informasi BO korporasi. Transparansi ini dapat mengakselarasi implementasi budaya korporasi (corporate culture) yang lebih berintegritas serta wujud partisipasi korporasi dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Untuk mengefektifkan penerapan peraturan teknis terkait BO tersebut, Kantor Wilayah Jawa Timur melakukan penyebarluasan informasi melalui media elektronik baik website maupun media sosial lainnya. Upaya ini dilakukan sebagai bentuk diseminasi kepada notaris dan masyarakat dunia usaha mengenai implementasi prinsip pengenalan pemilik manfaat, dalam mendorong pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme di wilayah Jawa Timur.


Cetak   E-mail